EKA TJIPTA WIJAYA: “SAYA BELAJAR DI PINGGIR JALAN…”
Bersama ibu, saya ke Makassar tahun 1932 pada usia sembilan tahun. Kami berlayar tujuh hari tujuh malam. Lantaran miskin, kami hanya bisa tidur di tempat paling buruk di kapal, di bawah kelas dek. Hendak makan masakan enak, tak mampu. Ada uang lima dollar, tetapi tak bisa dibelanjakan, karena untuk ke Indonesia saja kami masih berutang pada rentenir, 150 dollar. Baca selengkapnya →